Rohingya merupakan etnis minoritas muslim yang mendiami
Provinsi Arakan di sisi
sebelah barat laut Myanmar berbatasan dengan Bangladesh,
yang saat ini dikenal
dengan provinsi Rakhine/ Rakhaing. Itu sebabnya Rohingya
dikenal juga sebagai
Muslim Arakan yang populasinya berjumlah lebih kurang
1.000.000 jiwa dan ratusan
ribu lainnya hidup dalam pengungsian di berbagai Negara
(Bangladesh, Jazirah Arab,
Malaysia-Thailand-Indonesia, Australia). Sejak kemerdekaan
negara Myanmar pada
tahun 1948, Rohingya terus menerus menjadi etnis yang
tertindas dan tidak diakui
sebagai bagian dari 137 etnis yang diakui di Myanmar.
Padahal, berdasarkan catatan
sejarah, sebagai etnis mereka telah berdiam di Arakan
sejak abad 7 M. Alias jauh
sebelum Negara Burma/ Myanmar berdiri.
Pusat Informasi dan Advokasi Rohingya-Arakan (PIARA) yang
dikelola oleh Pusat
Advokasi Hukum dan Hak Asasi Manusia (PAHAM) INDONESIA,
mencatat bahwa
etnis Rohingya selama beberapa dekade ini, utamanya sejak
tahun 1940-an kerap
mengalami penindasan, pembunuhan, penyiksaan, perkosaan,
pemiskinan, maupun
diskriminasi baik oleh negara, pemerintah, maupun dari
sesama penduduk yang
berbeda etnis dan agama dengan mereka. Etnis Rohingya
banyak yang tidak diakui
kewarganegaraan Myanmar-nya. Juga, mereka tidak
mendapatkan hak-hak selayak
nya warga negara.
PIARA PAHAM INDONESIA juga mendapati adanya fakta bahwa
kekerasan dan
penindasan terhadap etnis Rohingya dalam beberapa dekade
ini telah menyebabkan
banyak warga Rohingya tewas dan rumah tinggal mereka
dibakar, terjadinya
penahanan dan penyiksaan secara sewenang-wenang yang
dilakukan oleh
pemerintah dan kelompok mayoritas, kampanye anti rohingya
dan anti muslim,
wanita-wanita Rohingya diperkosa, pembatasan gerak warga
Rohingya untuk keluar
dari wilayah Rakhine (bahkan untuk keluar kampung-nya pun
sulit), pembatasan
terhadap pernikahan, pendidikan, pekerjaan, kesehatan, dan
berbagai macam
pelayanan publik lainnya.
Dalam konteks hukum HAM Internasional, hak untuk hidup,
hak untuk tidak disiksa,
hak kebebasan pribadi, pikiran dan hati nurani, hak
beragama, hak untuk tidak
diperbudak, hak untuk diakui sebagai pribadi dan persamaan
di hadapan hukum
merupakan hak yang tidak bisa dikurangi oleh siapapun dan
pihak manapun
termasuk negara (derogable rights) yang diakui dan diatur di dalam Universal
Declaration of Human Rights tahun 1948. Dan berdasarkan Statuta
Roma tentang
International Criminal Court, tindakan yang dilakukan terhadap
etnis Rohingya
selama berpuluh-puluh tahun adalah bentuk pelanggaran HAM
berat terhadap
kemanusiaan berupa genocide dan crime against humanity.
Pelanggaran HAM yang dialami oleh warga Rohingya tidak hanya mengancam
eksistensi etnis Rohingya tetapi juga mengancam perdamaian dunia.
Pembiaran yang
dilakukan atas tindakan kejahatan yang dilakukan secara massif dan
sistematis
tersebut merupakan wujud ketidakpedulian dunia atas nasib Rohingya.
Kemana
negara-negara peng-agung HAM? Dimana ASEAN? Dimana Dewan Keamanan PBB?
Dan dimana
kepedulian terhadap sesama manusia?
LANTAS APA
PERAN KITA:
1.
MENDO’AKAN KESABARAN ATAS
MEREKA
2.
MENYEBARKAN INFORMASI UNTUK
MENGETUK NURANI WARGA BANGSA
3.
MENGGALANG BANTUAN KEMANUSIAAN
DGN BEKERJASAMA DGN LEMBAGA YG ADA SPT (PKPU, DOMPET DHUAFA, RUMAH ZAKAT, ACT,
DLL)